Tak kenal maka tak sayang; itu pepatah yang paling tepat untuk menggambarkan posisi Semiotika dalam proses penelitian dan pembimbingan dan pengerjaan tugas akhir . Banyak yang tidak kenal apalagi memahami semiotika , salah satu genre dari analisis teks wacana padahal dari sejarahnya ilmu ini sudah lama berkembang . Semiotika sendiri sebagai kajian alternatif dalam skripsi mahasiswa Komunikasi di Indonesia masih bisa dibilang belum populer, tidak sepopuler analisis isi kuantitatif yang memang masih dominan di tanah air. Meski begitu, akhir-akhir ini ada semangat yang menggebu-gebu di kalangan mahasiswa Komunikasi baik untuk pembuatan skripsi atau tesis bahkan disertasi menggunakan analisis semiotika. Penulisan buku ini, jujur bisa dikatakan disebabkan adanya kesulitan penulis sendiri saat mengerjakan thesis saat menyelesaikan program master di Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia sekitar tahun 2002. Saat itu penulis merasa kesulitan mencari buku dan bahan-bahan yang terkait dengan proses penelitian kualitatif menggunakan analisis semiotika. Sulitnya mendapatkan buku ajar atau text book yang terkait dengan semiotika membuat proses penelitian yang penulis lakukan saat itu agak tersendat. Saat itu penulis membuat tesis berjudul: “Pembunuhan Karakter dalam Berita Pers : Studi Kasus mengenai pemberitaan Beberapa penerbitan Pers terhadap Karakter Abdurrahman Wahid Saat Menjadi Presiden, Sebuah Analisis Semiotik”. Kurangnya buku-buku acuan, dan masih langkanya pemahaman soal semiotika pada saat itu membuat penulis dan mungkin banyak mahasiswa lain kesulitan saat menyelesaikan tugas akhir. Untuk di Indonesia khususnya di kalangan mahasiswa dan dosen Ilmu Komunikasi, memang penggunaan semiotika sebagai teknik analisis teks dalam pendekatan kualitatif masih belum populer, sehingga wajar saja apabila buku-buku teks dan buku acuan yang membahas semiotika masih bisa dibilang langka. Padahal semiotika itu bukan barang baru, atau sebagai penelitian yang baru. Semiotika bisa dibilang memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de Saussure (1857-1913) dan Charles Sander Peirce (1839-1914). Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika sendiri-sendiri di lokasi berbeda bahkan tidak saling mengenal. Saussure dengan latar belakang ilmu linguistic mengembangkan semiotika di Eropa dan sedangkan Peirce dengan latar belakang ilmu filsafat mengembangkan Semiotika di Amerika Serikat. Peirce, menyebut ilmu yang dibangunnya adalah semiotika (semiotics). Bagi Peirce yang ahli filsafat dan logika, penalaran manusia senantiasa dilakukan lewat tanda. Artinya, manusia hanya dapat bernalar lewat tanda. Dalam pikirannya, logika sama dengan semiotika dan semiotika dapat ditetapkan pada segala macam tanda.Dalam perkembangan selanjutnya, istilah semiotika lebih populer daripada semiologi. Jadi kesimpulannya, Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda (sign), berfungsi tanda, dan produksi makna. Tanda adalah sesuatu yang bagi seseorang berarti sesuatu yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar