Minggu, 29 Mei 2011

BAHASA TIDAK NETRAL

Siapa bilang bahasa itu netral? Siapa bilang tak ada sesuatu dibalik kata-kata yang terucap , atau tertulis di media massa? Banyak ahli linguistic dan komunikasi berpendapat bahwa bahasa tak bisa netral, bahasa lahir sesuai konteksnya, sesuai  ‘ideologi’ pemakainya.
Kata  ‘sayang’ akan berarti lain bila diungkapkan dengan intonasi tertentu, begitu juga kata  ‘baby’ atau  ‘oh ya-ya’.
Dalam dunia wacana (diskursus), bahasa memerankan peranan amat penting khususnya ketika kita bicara  persoalan representasi. Istilah representasi itu menunjuk pada bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan khususnya dalam pemberitaan. Representasi ini penting, paling tidak dalam dua hal.
Pertama, apakah seseorang, kelompok, atau gagasan tersebut ditampilkan sebagaimana mestinya. Kata semestinya itu mengacu pada apakah seseorang atau kelompok itu diberitakan apa adanya atau diburukkan sedemikian rupa. Penggambaran yang tampil bisa jadi penggambaran yang buruk dan cenderung memarjinalkan seseorang atau kelompok tertentu.
Kedua bagaimana representasi tersebut ditampilkan. Dengan kata, kalimat, aksentuasi dan bantuan foto macam apa, seseorang, kelompok atau gagasan tersebut ditampilkan dalam pemberitaan kepada khalayak.
Persoalan utamanya dalam representasi adalah bagaimana realitas atau objek tersebut ditampilkan oleh wartawan dalam media massa?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar